Tongkrongan Meteo41A

 
Komentar,please
Berita Hari Ini!
Liat jam!
Di terjemahkan
berapa c yg berkunjung?
blogger web statistics
Polling!
Nge-Game yuk!
get toggler @ flooble
Anda pengunjung ke-
Liat Peta!
Pengunjung
ANALISA LABILITAS ATMOSFER PADA SAAT KEJADIAN THUNDERSTORM YANG DISERTAI PUTING BELIUNG DI WILAYAH JAKARTA (STUDI KASUS TANGGAL 28 NOVEMBER 2008)
Wednesday, April 29, 2009
Fenomena hujan lebat, angin ribut,angin kencang dan atau puting beliung saat ini sangat sering terjadi di Indonesia. Kejadiannya yang sangat mendadak sehingga sulit untuk diperkirakan. Fenomena ini terjadi akibat adanya komponen awan Cumulonimbus yang menghasilkan badai guntur/Thunderstorm. Badai guntur terjadi akibat labilnya keadaan atmosfer yang menyebabkan mekanisme pengangkatan udara. Hal ini juga diperkuat dengan adanya pola cuaca yang dapat mendukung labilnya atmosfer seperti adanya low, daerah konvergensi, serta gangguan lokal yang disebabkan oleh keadaan orografi setempat.

Dalam analisa cuaca tersebut diatas, dilakukan kajian untuk melihat keadaan labilitas atmosfer yang akan ditinjau dari perhitungan lapse rate, suhu konvektif (Tc), Convective Condensation Level (CCL) dan Equiblirium Level (EL), metode hodograph, harga sholwater index, K indeks, serta mengetahui nilai RH tiap lapisan, ditinjau pula keadaan orografi dilokasi kejadian.

Sebagaimana kejadian pada tanggal 28 November 2008 yang mengakibatkan beberapa pohon tumbang dan atap sebuah rumah sakit rusak berat akibat di terjang angin puting beliung tersebut. Setelah dilakukan analisa didapatkan bahwa pada tanggal 28 ini keadaan atmosfer labil. Adanya gangguan cuaca berupa Low dan Konvergen yang mempengaruhi mekanisme pembentukan awan.

M. Fuad Hasan  
NPT : 13.06.1527  
AMG, Meteorologi

Labels:

posted by Meteo41A @ 7:08 PM   0 comments
ANALISA LABILITAS ATMOSFER PADA SAAT KEJADIAN THUNDERSTORM YANG DISERTAI PUTING BELIUNG DI WILAYAH JAKARTA (STUDI KASUS TANGGAL 28 NOVEMBER 2008)
Fenomena hujan lebat, angin ribut,angin kencang dan atau puting beliung saat ini sangat sering terjadi di Indonesia. Kejadiannya yang sangat mendadak sehingga sulit untuk diperkirakan. Fenomena ini terjadi akibat adanya komponen awan Cumulonimbus yang menghasilkan badai guntur/Thunderstorm. Badai guntur terjadi akibat labilnya keadaan atmosfer yang menyebabkan mekanisme pengangkatan udara. Hal ini juga diperkuat dengan adanya pola cuaca yang dapat mendukung labilnya atmosfer seperti adanya low, daerah konvergensi, serta gangguan lokal yang disebabkan oleh keadaan orografi setempat.

Dalam analisa cuaca tersebut diatas, dilakukan kajian untuk melihat keadaan labilitas atmosfer yang akan ditinjau dari perhitungan lapse rate, suhu konvektif (Tc), Convective Condensation Level (CCL) dan Equiblirium Level (EL), metode hodograph, harga sholwater index, K indeks, serta mengetahui nilai RH tiap lapisan, ditinjau pula keadaan orografi dilokasi kejadian.

Sebagaimana kejadian pada tanggal 28 November 2008 yang mengakibatkan beberapa pohon tumbang dan atap sebuah rumah sakit rusak berat akibat di terjang angin puting beliung tersebut. Setelah dilakukan analisa didapatkan bahwa pada tanggal 28 ini keadaan atmosfer labil. Adanya gangguan cuaca berupa Low dan Konvergen yang mempengaruhi mekanisme pembentukan awan.

M. Fuad Hasan  
NPT : 13.06.1527  
AMG, Meteorologi

Labels:

posted by Meteo41A @ 7:08 PM   0 comments
MEMPRAKIRAKAN THUNDERSTORM DENGAN METODE SHOWALTER INDEX
Thunderstorm terbentuk dari awan Cumulonimbus yang merupakan awan konvektif. Awan terbentuk karena adanya massa udara naik dan mengalami kondensasi. Kondensasi adalah proses perubahan uap air menjadi air. Jadi, uap air merupakan salah satu syarat pembentukan awan yang bermuatan listrik yang dapat menghasilkan petir.

Data udara (data rason) atas dari stasiun meteorologi Hasanuddin yang berbentuk sandi TEMP jam 00.00 UTC dicari nilai SI dengan menggunakan program RAOB 5.5 yang selanjutnya dapat digunakan untuk memprediksi Thunderstorm (badai guntur).

Hasil analisa menunjukan bahwa prediksi Thunderstorm menggunakan metode Showalter Index memiliki keakuratan sebesar 73% untuk bulan Januari, 75% pada bulan Februari, 57% pada bulan Maret, 58% pada bulan April, 48% pada bulan Mei, 44% pada bulan Juni, 51% pada bulan Juli, 80% pada bulan Agustus, 96% pada bulan September, 95% pada bulan Oktober, 75% pada bulan November, 89% pada bulan Desember. Hal ini menunjukan bahwa metode Showalter Index, cukup baik digunakan dalam memprakirakan Thunderstorm pada wilayah Makassar yaitu pada bulan-bulan yang prosentase keakuratannya diatas 60% ( >60% ).

Muhammad Syawal  
NPT : 13.06.1530  
AMG, Meteorologi

Labels:

posted by Meteo41A @ 7:03 PM   0 comments
KAJIAN SUHU UDARA MAKSIMUM DI JAKARTA BULAN SEPTEMBER DAN OKTOBER TAHUN 2003 – 2008
Wednesday, April 22, 2009
Dari catatan data yang ada di Stasiun Meteorologi yang ada di Jakarta pada bulan September dan Oktober terjadi suhu udara maksimum yang lebih besar dari 33,5 oC.

Indikasi Pemanasan dan Perubahan Iklim Bumi secara global telah memberi dampak pada kondisi cuaca/iklim ekstreem regional dan lokal wilayah Indonesia. Naiknya frekuensi cuaca/iklim ekstreem telah meningkatkan bencana alam yang meluas mulai dari kekeringan, banjir, tanah longsor dan naiknya kejadian badai/putting.

Dari catatan data suhu udara di wilayah Jakarta pada bulan Januari 2007 tercatat suhu udara maksimum mencapai 36 oC terjadi pada tanggal 10 dan 11 Januari, kondisi menyimpang dari keadaan rata-rata suhu udara di Jakarta 31 oC. Untuk mengkaji apakah penyimpangan tersebut juga terjadi pada musim kemarau khususnya bulan September dan Oktober dan cenderung meningkat atau hanya berflutuasi.

Dari hasil kajian data suhu udara bulan September dan Oktober pada periode tahun 2003 – 2008, menunjukan bahwa suhu udara maksimum di Jakarta cenderung berfluktuasi dan setiap tahun suhu udara 33.5 oC dapat dikatakan selalu terjadi.

Yudhistira Mawaddah
13.06.1538

Labels:

posted by Meteo41A @ 10:11 PM   0 comments
MENENTUKAN INTERVAL SWEAT INDEX DALAM PENENTUAN THUNDERSTORM DI STASIUN METEOROLOGI CENGKARENG TAHUN 2007
Thunderstorm merupakan phenomena cuaca yang terjadi di dalam atmosfera yang perlu dipelajari, karena di Indonesia termasuk daerah tropis dengan distribusi awan konvektif yang cukup tinggi. Sehingga menjadi sorotan yang penting salah satunya dalam dunia penerbangan. Proses perkembangan Thunderstorm sangat berkaitan erat dengan perkembangan awan Cumulonimbus.

Metode SWEAT (Severe Weather Threat) Index merupakan salah satu metode untuk memprediksi Thunderstorm. Tetapi Indonesia merupakan daerah tropis sedangkan metode tersebut dibuat pada lintang tinggi. Sehingga diperlukan adanya penelitian, maka penulis merasa tertarik apakah metode SWEAT dengan interval yang sudah ada, cocok dengan daerah Indonesia khususnya pada daerah Jakarta.

Dari hasil olahan data SWEAT indeks pada tahun 2007, diperoleh 6 kelas interval dengan peluang terbesar terjadi TS pada nilai interval antara 180-204 dengan prosentase 21 %. Sedangkan nilai interval SWEAT yang sudah ada terletak pada interval diatas 230.

Ahmad Rofiul Huda
13.06.1508

Labels:

posted by Meteo41A @ 10:08 PM   0 comments
STUDI KASUS ANALISA INDEKS SERUAKAN TERHADAP SEBARAN HUJAN DI BEBERAPA KOTA DI SUMATERA DAN KALIMANTAN BARAT SEKITAR EKUATOR ( STUDI KASUS BULAN JANUA
Indeks Seruakan adalah perbedaan tekanan antara Stasiun Gushi (115 BT 30 LU) dengan Hongkong (116° BT 20° LU), indeks seruakan ini dikenal dengan rambatan gelombang dingin dari daratan China yang melintasi ekutor Indonesia Selatan. Menurut penelitian Riehl, jika nilai indeks seruakan lebih dari atau sama dengan 10 mb dikatakan terjadi seruakan dingin. Suryadi Wh (1980) menjelaskan adanya gelombang dingin yang menuju Indonesia selatan akan meningkat curah hujan di wilayah sekitar kota-kota di Jawa bagian barat.
Sepengetahuan penulis belum ada peneltian tentang pengaruh indeks seruakan ini terhadap sebaran hujan di sekitar ekuator Indonesia terutama kota-kota di Sumatera dan Kalimantan. Karena itu penulis mencoba untuk menganalisanya dengan menggunakan data indeks seruakan dan data hujan selama bulan Januari hingga Maret 2008 di kota Medan, Pontianak, Pekanbaru, Jambi dan Batam.
Dengan metode indeks dan grafik didapatkan hasil analisa yaitu tingginya nilai indeks seruakan tidak mempengaruhi besarnya curah hujan yang terjadi. Terbukti dari tingginya indeks seruakan yang terjadi tidak diikuti dengan semakin besarnya curah hujan di lima stasiun pengamatan. Dengan batasan waktu penelitian tiga hari sebelum, tiga hari sesudah dan saat periode seruakan didapatkan hasil secara keseluruhan untuk Bulan Januari dan Februari di kota Medan dan Pontianak mulai terjadi hujan setelah tiga hari periode seruakan. Pada kota Pekanbaru, Jambi dan Batam hujan mulai terjadi tiga hari sebelum, saat dan tiga hari setelah periode seruakan.
Sedangkan pada bulan Maret diketahui tidak terjadi seruakan dingin, namun tetap terjadi hujan di daerah penelitian. Hal ini kemungkinan karena ada faktor lain yang mempengaruhinya.

Kholista Septiani Suprobo
13.06.1526

Labels:

posted by Meteo41A @ 10:06 PM   0 comments
MENENTUKAN INTERVAL K-INDEKS DAN TOTAL TOTALS INDEKS DALAM PENENTUAN THUNDERSTORM DI STASIUN METEOROLOGI CENGKARENG PADA TAHUN 2007
Wilayah Indonesia merupakan daerah tropis dimana daerah ini memiliki pola cuaca yang berubah-ubah. Salah satu fenomena cuacanya adalah Thunderstorm. Thunderstorm (Ts) merupakan fenomena cuaca yang terjadi karena proses pelepasan muatan listrik dari awan Cumulonimbus, yang kadang-kadang disertai hujan, angin kencang, dan kilat. Sehingga dalam prakiraan kejadian Thunderstorm sangat sulit.
Saat ini telah telah banyak metode atau cara memprakirakan terjadinya Thunderstorm. Dua diantaranya adalah K-Indeks (KI) dan Total Totals Indeks (TT). Tetapi interval dari metode tersebut dibuat untuk pengamatan di daerah lintang tinggi yang sangat berbeda dengan kondisi di Indonesia. Sehingga diperlukan adanya penelitian yang lebih lanjut untuk mendapatkan interval dari metode tersebut yang sesuai di wilayah Indonesia khususnya Stasiun Meteorologi Cengkareng. Dalam kesempatan ini penulis mencoba membuat analisis dari data udara atas dan data permukaan dalam setahun untuk menentukan interval dan prosentase Ts dengan metode adalah K-Indeks (KI) dan Total Totals Indeks (TT). .
Hasil analisa data di Stasiun Meteorologi Cengkareng diperoleh suatu kesimpulan bahwa pada tahun 2007 untuk metode KI , Thunderstorm terdapat pada interval nilai KI di atas 20.5 sebesar 6% dan awan Cb sebesar 12%, prosentase Ts terbesar terjadi pada interval KI 35.6 – 40.5 sebesar 37% dan awan Cb sebesar 42%. Sedangkan pada metode TT , Ts mulai terjadi pada interval TT diatas 40 sebesar 15% dan awan Cb sebesar 25%, prosentase Ts terbesar terjadi pada interval 44.1 – 46.0 sebesar 33% dan awan Cb sebesar 43%. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan hasil penelitian dengan referensi yang telah ada.

Asriani Idrus
NPT : 13.06.1512

NPT : 13.06.1512

Labels:

posted by Meteo41A @ 9:52 PM   0 comments
Mencari Jejak Adam Air dengan Kecepatan Arus
Monday, April 13, 2009

Tragedi pesawat Adam Air yang hilang di perairan Majene memang udah basi alias ga uptodate, tapi saya menemukan hal yang cukup menarik untuk disimak, bagaimana pencarian puing-puing pesawat naas tersebut dilakukan dengan menggunakan analisa kecepatan dan arah arus laut selama 10 hari terakhir setelah kejadian tersebut. Sampai sejauh mana sebenarnya arus laut tersebut dapat bergerak? Berikut ulasan yang saya kutip dari http://www.balipost.co.id/balipostcetaK/2007/1/15/l1.htm

Lokasi penemuan bagian ekor (stabilizer horizontal rail) pesawat Adam Air di Pare-pare, Sulsel, belum serta merta membuat para analis kelautan berasumsi bahwa pesawat tersebut jatuh di lokasi sama. Adanya kecepatan arus laut selama 10 hari terakhir juga menjadi pertimbangan tempat jatuhnya pesawat tersebut. Terlebih ketika pesawat tersebut jatuh, Indonesia sedang dilanda badai Isobel yang tentunya meningkatkan kecepatan arus laut menjadi berlipat-lipat dibandingkan kecepatan biasanya. 

Bagian ekor pesawat itu ditemukan mengapung karena pergerakan arus bisa saja menyebabkan bagian ekor pesawat itu terseret arus dari lokasi jatuh sesungguhnya.

Pergerakan ini akan dihitung berdasarkan titik radar dipadukan dengan informasi teknis lainnya. Pergerakan ekor pesawat, menurut Hatta, kalau dihitung dari jarak pesawat mulai hilang dari layar radar cukup jauh ke arah selatan. Kompleksnya persoalan yang dihadapi menyusul belum ditemukannya bagian-bagian lain dari pesawat yang hilang pada 1 Januari ini menimbulkan keingintahuan mengenai apa sebenarnya arus laut tersebut dan bagaimana polanya.

Pertama kita mungkin harus mengenal bahwa arus tersebut terbagi ke dalam beberapa lapisan. Permukaan arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin, perbedaan dalam densitas air laut, maupun oleh gerakan bergelombang panjang, misalnya pasang surut. Di laut terbuka, arah dan kekuatan arus di lapisan permukaan sangat banyak ditentukan oleh angin (Nontji, 1993). Arah arus permukaan memiliki hubungan yang erat dengan angin. 

Perairan Indonesia sangat dipengaruhi oleh sistem angin musim (Monsoon) yang mengalami pembalikan arah dua kali setahun (Wyrtki, 1961). Pada bulan Mei-November dipengaruhi oleh angin musim dari tenggara, mencapai puncaknya pada bulan Juni-Agustus dan disebut sebagai musim timur karena angin bertiup dari timur ke barat. Sedangkan pada bulan Desember - April dipengaruhi oleh angin musim dari Barat Laut, mencapai puncaknya pada bulan Desember - Februari dan disebut sebagai musim barat karena angin bertiup dari barat ke timur. Bulan Maret - Mei dan September - November disebut sebagai musim peralihan (pancaroba), di mana pada musim ini angin bertiup tidak menentu. Pada setiap awal periode musim ini, pengaruh angin musim sebelumnya masih kuat (Nontji, 1993). 

Sementara itu lapisan kedua adalah front, yang merupakan daerah pertemuan dua massa air yang mempunyai karakteristik berbeda, misal pertemuan antara massa air dari Laut Jawa yang agak panas dengan massa air Samudera Hindia yang lebih dingin. Robinson (1991) menyatakan bahwa front penting dalam hal produktivitas perairan laut karena cenderung membawa bersama-sama air yang dingin dan kaya akan nutrien dibandingkan dengan perairan yang lebih hangat tetapi miskin zat hara. 

Kombinasi dari temperatur dan peningkatan kandungan hara yang timbul dari percampuran ini akan meningkatkan produktivitas plankton. Hal ini akan ditunjukkan dengan meningkatnya stok ikan di daerah tersebut. Selain itu front atau pertemuan dua massa air merupakan penghalang bagi migrasi ikan, karena pergerakan air yang cepat dan ombak yang besar.

Terdapat pula Fenomena Upwelling yaitu penaikan massa air laut dari suatu lapisan dalam ke lapisan permukaan. Gerakan naik ini membawa serta air yang suhunya lebih dingin, salinitas tinggi, dan zat-zat hara yang kaya ke permukaan (Nontji, 1993). Sebaran suhu permukaan laut merupakan salah satu parameter yang dapat dipergunakan untuk mengetahui terjadinya proses upwelling di suatu perairan (Birowo dan Arief, 1983). 

Dalam proses upwelling ini terjadi penurunan suhu permukaan laut dan tingginya kandungan zat hara dibandingkan daerah sekitarnya. Tingginya kadar zat hara tersebut merangsang perkembangan fitoplankton di permukaan. Karena perkembangan fitoplankton sangat erat kaitannya dengan tingkat kesuburan perairan, maka proses air naik selalu dihubungkan dengan meningkatnya produktivitas primer di suatu perairan dan selalu diikuti dengan meningkatnya populasi ikan di perairan tersebut. (Pariwono et al, 1988 dalam Presetiahadi, 1994).

Dalam http://oseanografi.wordpress.com/glossary/ disebutkan arus laut merupakan bergeraknya massa air laut. Arus laut dapat terjadi akibat adanya gaya pembangkit arus yang bekerja baik pada lapisan antar muka air-udara ataupun pada badan air seperti angin, rotasi Bumi, beda salinitas dan temperatur, dan gaya gravitasi Bulan. Kedalaman perairan dan bentuk garis pantai akan mempengaruhi arah dan kecepatan arus laut.

Arus laut dapat bergerak hingga ratusan kilometer dan memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan iklim benua, terutama pada daerah yang dekat dengan laut seperti misalnya Eropa barat laut yang beriklim lebih hangat jika dibandingkan dengan daerah lainnya pada lintang yang sama akibat pengaruh Gulf Stream, atau Kepulauan Hawaii yang iklimnya kadangkala lebih dingin daripada daerah tropis lainnya akibat adanya Arus Kalifornia.

Secara umum, arus permukaan dibangkitkan oleh angin permukaan dan bergerak searah jarum jam di belahan bumi utara (BBU) dan berlawanan arah jarum jam di belahan bumi selatan (BBS). Sementara itu arus bawah permukaan biasanya dibangkitkan oleh adanya gradien densitas dan temperatur dan biasa disebut sebagai arus termohalin. Suatu pola dengan perbedaan keadaan yang biasanya saling berlawanan seperti tekanan tinggi dan rendah atau suhu permukaan laut yang hangat dan dingin. 

Keadaan yang berbeda ini disebut sebagai fasa positif dan negatif dipole. Osilasi selatan adalah salah satu contohnya. Pada kasus tekanan atmosferik antara dua lokasi seperti Osilasi Atlantik Utara, fasa positif dipole menyatakan perbedaan yang besar antara daerah tekanan tinggi dan daerah tekanan rendah sedangkan fasa negatif menyatakan perbedaan tekanan yang relatif kecil. Untuk kasus suhu permukaan laut, fasa positif menyatakan pemanasan sedangkan fasa negatif menyatakan pendinginan.

 

El Nino

Pola yang paling dominan yang bertanggung jawab terhadap variabilitas iklim antartahunan, atau dari tahun ke tahun, di bumi. Pada saat terjadi El Nino, suhu permukaan laut yang lebih hangat (di atas rata-rata) akan terjadi di Samudera Pasifik dekat ekuator bagian tengah dan timur, sedangkan di Samudera Pasifik dekat ekuator bagian barat suhu permukaan lautnya akan lebih dingin (di bawah rata-rata). 

Konveksi di Pasifik dekat ekuator cenderung akan bergerak lebih ke timur dari biasanya dan akan menyebabkan naiknya curah hujan di pesisir Pasifik Amerika Serikat, sementara itu di Australia dan Indonesia justru akan terjadi kekeringan. El Nino adalah fasa hangat atau positif dari El Nino - Southern Oscillation (ENSO). Fenomena yang berlawanan dengan El Nino disebut La Nina, yang merupakan fase negatif atau dingin dari ENSO. Pada saat terjadi El Nino angin pasat akan melemah sedangkan pada saat terjadi La Nina angin pasat justru akan lebih kuat.

Istilah El Nino (bahasa Spanyol yang berarti bayi laki-laki ''pada cerita Natal'') diberikan oleh nelayan Peru lebih dari 100 tahun yang lalu untuk menandakan munculnya massa air hangat di lepas pantai Peru di saat Natal. El Nino adalah kejadian yang berulang dan memiliki selang kejadian antara dua hingga tujuh tahun. Para peneliti percaya bahwa pemanasan global dapat mengubah karakteristik El Nino meskipun kondisi sesungguhnya dari perubahan ini masih belum benar-benar dipahami.

ENSO singkatan dari El-Nino Southern Oscillation, mengacu kepada perubahan kondisi di laut dan atmosfer yang menghasilkan El-Nino (fasa hangat karena adanya kolam air hangat di Samudera Pasifik bagian tengah dan timur yang mengakibatkan anomali suhu permukaan laut yang positif) dan La-Nina (fasa dingin karena kuatnya upwelling di Samudera Pasifik bagian timur -- pantai barat Amerika -- yang mengakibatkan anomali suhu permukaan laut yang negatif), dan juga kondisi normal. (iah/berbagai sumber)

Labels:

posted by Meteo41A @ 11:49 PM   0 comments
Kalteng Terbanyak Petir di Indonesia

By KlimatPress on 9 Januari 2009

Sebulan Bisa mencapai 200 Kali

PALANGKA, BPOST [25/10/2007] - Masyarakat Kalteng Tampaknya harus benar-benar mewaspadai terjadinya petir saat hujan. Berdasarkan Catatan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), jumlah sambaran petir di Kalteng merupakan terbanyak di Indonesia.

Kepala BMG Tjilik Riwut Palangka Raya Hidayat, mengingatkan agar masyarakat tidak mengabaikan kondisi itu. Pasalnya petir tidak hanya bisa merusak bangunan atau merobohkan pohon, tetapi juga mengancam keselamatan manusia.

“Sambaran petir di Kalteng yang tercatat saat musim penghujan rata-rata diatas 100 kali. Jumlah itu tertinggi atau terbanyak dibanding daerah lain di Indonesia yang umumnya dibawah 100 kali. Bahkan jumlah sambaran petir di Kalteng pernah diatas 200 kali dalam sebulan,” katanya, Rabu (24/10).

Tingginya intensitas petir diantaranya disebabkan oleh tingginya aerosol di Kalteng. Jika di Jakarta aerosol disebabkan oleh asap dari kendaraan bermotor dan pembuangan gas pabrik, tingginya aerosol di Kalteng justeru karena letaknya yang berada di lintasan pertemuan arus angin.

Kalteng menjadi pertemuan arus angin Barat dan Timur. Hasilnya, aerosol dari daerah-daerah di dua kawasan itu terbawa dan terkumpul di Kalteng. Akibatnya tingginya aerosol membuat sering terjadi petir di Kalteng.

Untuk menghindari sambaran petir, setiap bangunan yang tinggi disarankan untuk memaasang anti petir atau kabel grounding yang dipasang dari atap hingga tertanam sampai menyentuh air tanah. Penanaman kabel grounding disarankan hanya pada satu titik untuk menghindari terjadinya perbedaan tegangan.

“Tidak masalah kalau diatapnya ada beberapa titik sambungan grounding, tapi kabel yang kedalam tanah harus satu saja. Karena kalau dua titik dikhawatirkan terjadi perbedaan tegangan dan yang dangkal pasti akan kena sambaran. Ke dalam tanah harus sampai air tanah, ya sekitar 12 meter,” tukasnya.

Hidayat menegaskan petir masih berpotensi muncul diseluruh daerah di Kalteng karena pemanasan juga masih sering terjadi. Karena itu masyarakat diminta untuk mewaspadai gejala alam tersebut.

Terkait jadwal penerbangan disarankan menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Seperti halnya penerbangan Garuda jurusan Jakarta pada selasa (23/8) lalu harus ditunda beberapa menit akibat hujan deras dan petir. “Kondisi ini tidak terlalu mengganggu penerbangan dibanding kabut asap. Karena Hujan deras biasanya hanya terjadi sebentar,” tukasnya. mgb

dikutip dari : http://www.klimatologibanjarbaru.com/artikel/2009/01/kalteng-terbanyak-petir-di-indonesia/

Labels:

posted by Meteo41A @ 1:11 PM   0 comments
About Me

Name: Meteo41A
Home: Bintaro, Tangerang, Indonesia
About Me: Ga mau disebut gaptek, apalagi cetek!
See my complete profile
Previous Post
Cuaca Terkini
Archives
Links
Powered by

BLOGGER

Kata Mutiara
Quote of the Day
Kalender

Free Blog Calendar

Sun&Moon
Click for Jakarta Observatory, Indonesia Forecast
Music Jangkric


Hound Dog - Elvis Presley
© 2006 Tongkrongan Meteo41A .Earth_info by Earth_info